PENDAHULUAN
Tulisan ini saya buat dengan tujuan
untuk mengulas dan menjelaskan tentang Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde
Baru.
Saya berharap tulisan ini akan
bermanfaat bagi para pembacanya ddan dapat menambah pengetahuan tentang
perkembangan sistem perekonomian sebelum orde baru itu sendiri.
BAB I
Perkembangan
Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
A.
Pengertian Sistem
Beberapa
para pakar berpenddapat tentang apa artinya dan apa pengertia dai sistemm itu
sendiri. Berikut kita akan meninjau pendapat-pebdapat para pakar tersebut.
Menurut Zahara Idris, sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari atas
komponene-komponen atau unsur – unsur sebagai sumber – sumber yang teratur
tidak sekedar acak yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil.
Menurut J.C. Hinggins, sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling
berhubungan.
Menurut L. James Havery, sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk
merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya
dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan.
Secara garis besar sistem adalah kesatuan dari beberapa unsur yang memiliki
tujuan yang sama,dan saling menopang antar unsur yg satu dgn yang lain agar
tujuan dapat tercapai.
B.
Pengertian Sistem Perekonomian
Sistem
perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua
faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di
pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua
sistem ekstrim tersebut.
C.
Sejarah Perkembangan Sistem Perkonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia Pada Masa Penjajahan
Masa Pendudukan Belanda
Pada masa penjajahan indonesia menerapkan sistem perekonomian monopolis.dimana
setiap kegiatan perekonomian dijalankan desuai penguasa perdaganngan Indonesia
saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia saat itu.
Pada masa VOC berkuasa mereka nerap kan peraturan dan strategi agar mereka
tetep menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC
seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan
contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu.
Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara
lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh
ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang
jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan
di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga
samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri
Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda.
Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman
kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik
ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan
Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain
disebabkan oleh :
a.Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,
terutama perang Diponegoro.
b.Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c.Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d.Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
1.
Masa
Pendudukan Inggris
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini
sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan
berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk
pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang
diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan
tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah
pemasaran produk dari negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit
dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma
seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
a.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang,
apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris
tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
2.
Masa
Cultuurstelsel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi
yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan
pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila,
tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan
penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan
dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini,
seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan
berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan
penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman
komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk
kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain
dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk
melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat
Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil
produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan
darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi
positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas
ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi
uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah
Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor
yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup
masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah
penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan
teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari
keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima
sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian
lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat,
sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan
kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
3.
Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka
Adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan nasib
warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda
untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang
baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk
jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak
boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik,
antara lain terlihat pada :
a.Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi
sebagai buruh penggarap tanah.
b.Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas
ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar
dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta,
walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai
penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang
pada umumnya tidak diperlakukan layak.
4.
Masa
pendudukan Jepang
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur
oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai
seusai memenangkan perang Pasifik.
D.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Lama
Pada masa awal kemerdekaan perekonomian Indonesia amatlah buruk antara lain
disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi karena pada saat itu indonesia
menggunakan 4 mata uang, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada
bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori
moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat
hargapenyebab lain adalah adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan
November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI,kosongnyakas negara
akibat penjajahan,eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
E.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah.
e)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
F.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a)Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000
menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan
stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga
naik 400%.
c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp
1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat
uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali
lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini
malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini
juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin
yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam
politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain. Sehingga pada masa itu sistem yang
dipergunakan masih belum cukup efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia,malah memunculkan beberapa masalah baru.